Hari ini saya mengawas ujian sumatif untuk mata pelajaran Matematika di ruang 18. Satu ruang terdiri dari tiga (angkatan) kelas yaitu kelas X, XII, dan XII.
Kalau ujian mata pelajaran matematika seperti ini memang cenderung lebih "sunyi" dari biasanya :D
Waktu di tengah-tengah ujian ada siswa yang meminta kertas buram lagi. Mungkin kertasnya sudah habis buat ngitung-ngitung. Waktu itu terjadi percakapan yang bikin saya #ngeek ! >.<
Siswa : Bu, minta kertas buram lagi.
Saya : Sudah habis. Gak ada lagi.
Siswa : Aku bawa kertas dari rumah, boleh dipake?
Saya : (hehhh?? saya gurunya bilang "aku"?). Silahkan.
Sebenarnya ini bukan pertama kali saya mendengar siswa menggunakan kata "aku". Ketika yang menggunakan "aku" adalah siswa kelas XII saya tidak terlalu mempermasalahkannya karena kami sudah dekat dan usia kami juga tidak terlalu jauh. Tapi ini beda. Saya tidak pernah mengajar siswa ini. Bisa dibilang ini pertemuan pertama :D dibilang "aku" oleh seseorang yang baru pertama kali ketemu atau bahkan yang usianya lebih muda dari kita itu sakitnya di sini #jlebb.
Pernah suatu hari saya tidak sengaja menonton program TV yang dibawakan oleh seorang artis yang pada waktu itu bintang tamunya adalah Menteri Negera BUMN - Pak Dahlan Iskan. Dalam dialog-dilaognya dengan Pak Dahlan Iskan, si pembawa acara selalu menggunakan kata "aku".
Misalnya : " Aku suka makanan ini bla bla bla....".
Waktu mendengar dialog seperti itu koq rasanya saya ingin protes ya. Yang diajak bicara itu menteri negara bukan adik atau malah sopir si pembawa acara. Apalagi usia antara si pembawa acara dan Pak Dahlan Iskan yang jauh berbeda. Harusnya lebih bijak jika menggunakan "saya".
Menurut saya Bahasa Indonesia tidak seperti bahasa Inggris yang "Aku" dan "Saya" selalu "I", "Kamu" dan "Anda" selalu "You". Tapi Bahasa Indonesia itu seperti bahasa Jepang dimana "Aku" adalah "Boku" dan "Saya" adalah "Watashi". Atau bisa juga seperti bahasa Korea yang "Aku" adalah "Na" dan "Saya" adalah "Jeo".
Penggunaan "Aku" dan "Saya" dalam bahasa Jepang dan Korea tergantung pada siapa yang berbicara dan siapa yang diajak bicara. Umur, status serta kapan dan dimana kita berbicara mempengaruhi kata/bahasa yang kita gunakan. Selain bahasa Jepang dan Korea, bahasa Jawa, Sunda, dan Madura juga bisa dijadikan contoh.
Kalau tentang penggunaan bahasa saya memang agak sensitif. Mungkin karena saya mempelajari bahasa Jepang dan Korea yang memang bahasa tersebut mengenal tingkatan bahasa. Mungkin bukan hanya saya yang merasa seperti ini, orang-orang yang mempelajari bahasa pasti juga akan merasakan hal yang sama :)
========================================================================
Diluar topik di atas, kadang saya juga agak kesal kalau dibilang tidak nasionalis hanya karena saya mempelajari Bahasa Jepang/Korea. Hemmm padahal kalau dipikir-pikir justru dengan mempelajari bahasa Asing saya malah semakin mencintai bahasa saya sendiri - bahasa Indonesia #ehemm
koq bisa?
iya...
Ilmu yang dipelajari dalam bahasa Jepang/Korea ternyata (memang) bisa diterapkan dalam bahasa Indonesia. Ya misalnya seperti contoh di atas, saya jadinya lebih peka dalam penggunaan bahasa Indonesia. (memuji diri sendiri).
# Jadi ingin kuliah lagi. Berharap menjadi Ainun dan ikut Habibie ke Korea atau Jepang :D
No comments:
Post a Comment